Kamis, 29 Maret 2018

Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin dengan Kaum Anshar


Dalam kitab-kitab Tharikh maupun kitab-kitab Hadits disebutkan bahwa menginjak kurang lebih lima bulan lamanya Rasulullah SAW menetap di Madinah, suatu ketika beliau mengumpulkan kaum Muhajirin dan kaum Anshar.
Rasulullah mempersaudarakan 100 orang, 50 orang dari kaum Muhajirin dan 50 dari kaum Anshar. Berikut ini hanyalah disebutkan beberapa oramg saja yang dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW.
           
No
Kaum Muhajirin dari Makkah
Kaum Anshar dari Madinah
1
Ja’far bin Abi Thalib
Mu’adz bin Jabal
2
Abu Bakar As Shiddiq
Kharijah bin Zuhair
3
Umar bin Khattab
Itban bin Malik
4
Amir bin Abdillah
Salamah bin Salamah
5
Abdurrahman bin Auf
Sa’ad bin Mu’adz
6
Ustman bin Affan
Sa’ad bin Ar Rabi’
7
Thalhah bin Ubaidillah
Aus bin Tsabit
8
Zubair bin Awwam
Ka’ab bin Malik

Hampir semua orang Muhajirin sesampai di madinah telah kehilangan seluruh harta kekayaannya bahkan juga sebagian keluarganya di makkah. Karena hijrah ke madinah itu memang bukan “boyongan”. Melihat kondisi mereka sesusah itu, maka orang-orang Anshar dengan jiwa Ukhuwah-nya rela memberikan separo bahkan lebih harta kekayaannya kepada mereka. Tapi sebaliknya, orang-orang Muhajirin merasa dirinya tidak adil jika hanya begitu saja menerima pemberian /bantuan Cuma-Cuma dari orang Anshar, karena memang bukan itu yang mereka inginkan. Mereka hanya ingin bangkit lagi seperti semula atau usaha sendiri, bukan menjadi beban orang lain. Karena itu, kepada orang-orang Anshar mereka hanya meminta pinjaman modal berupa:
Ø  Uang tunai bagi mereka yang semula telah menjadi penguasa besar.
Ø  Lahan untuk bisa di tanam bagi mereka yang semula menjadi petani sukses.




Senin, 12 Maret 2018

Meneladani Orang-orang yang Berjiwa Ukhuwah



Perang uhud telah berakhir. Tapi belum semua korban yang jatuh ditemukan jenazahnya. Sehingga petang itu Sahabat Umar bin Khatthab sengaja pergi ke Bukit Uhud untuk mencari mereka, barangkali masih ada yang bisa diselamatkan. Ketika itu tiba-tiba Umar mendengar ada suara memanggil-manggil nama Allah sambil minta seteguk air. Buru-buru Umar melangkah mendatangi tempat suara itu. Dijumpainya seorang prajurit Muslim yang masih muda umurnya dengan luka parah yang mengerikan. 

Pemuda itu minta minum, Umar segera berjongkok dan mengangkat kepala pemuda itu. Ia sudah mendekatkan buli-buli airnya ke mulut prajurit tersebut. Sekonyong-konyong dari arah yang lain terdengar suara seorang menyebut-nyebut nama Allah, yang juga minta minum karena kehausan. Pemuda tadi memberi isyarat kepada Umar bahwa ia mengurungkan permintaanya untuk minum dan menyuruh agar Umar memberikan airnya kepada orang yang memanggil-manggil barusan, barangkali ia lebih membutuhkan air daripadanya. 

Maka pemuda tersebut dibaringkannya kembali, dan Umar bergegas menuju suara yang kedua. Tiba di sana, dilihatnya seorang pejuang setengah tua, dengan kedua tangannya telah terkutung, memohon agar Umar bersedia memberinya minum. Bibirnya pecah-pecah, dan Wajahnya penuh darah. Dengan penuh rasa iba Umar mengangkat kepala orang itu. Ia segera menyodorkan tempat air ke mulutnya. Namun menjelang air itu menetes ke bibir korban perang yang kesakitan tadi, di seberang mereka terdengar suara memilukan berseru-seru: 

“Allah… Allah… Haus… Haus” 

Rupanya pejuang yang kedua ini juga mendengar suara tersebut. Maka ia menggelengkan kepala, menampik air yang hendak diberikan kepadanya. Dengan suara yang lirih hampir tidak tertangkap oleh telinga Umar, pejuang itu berujar, “Berikan air ini kepada saudaraku itu. Mungkin ia lebih menderita daripada aku.” 

Jadi Umar pun bangkit dan meninggalkan tempat itu menuju ke seberang. Di sana seorang tentara Islam yang usianya sudah lanjut tergolek tanpa daya. Pada waktu Umar berjongkok cepat-cepat untuk menolong orang ini, ternyata prajurit tua tersebut sudah keburu menghembuskan nafas terakhir 

Umar sangat sedih. Ia segera meninggalkan prajurit tadi dan tergopoh-gopoh berlari ke tempat prajurit yang termuda tadi memanggil-manggil Allah dan minta air.Sampai di sana, pemuda itu pun baru saja melepas nyawanya. Umar kian sedih, Tapi ia tak membuang waktu. Ia bergegas kembali ke tempat prajurit kedua yang meminta pertolongan sesudah anak muda itu. Di sana pun pejuang yang menderita akibat keganasan perang tidak mampu lagi meneguk setetes air pun karena ia sudah meninggal dunia. 

Umar bin Khatthab terpaku di tempatnya berdiri. Begitulah kecintaan sesama Muslim terhadap saudaranya, hingga ketiga-tiganya tidak ada yang sempat minum lantaran lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

formulir

https://goo.gl/forms/W6VvFltHgMwBFfxf1